a tribute to ve



Setiap kali perasaan sentimental itu melandaku, aku akan kembali membuka url itu. Lalu di monitor akan terpampang sebuah catatan berisi puisi-puisi. Kadang singkat, kadang panjang, dan terkadang prosa singkat, yang dirangkai dengan indah, membentuk untaian makna. Kadang menghujam, kadang mengharukan, kadang membuatku mengulas senyum. Setiap kunjungan ke url itu selalu memberiku nuansa yang berbeda, rasa yang berbeda, dan inspirasi yang berbeda, meskipun sudah lama penulisnya tidak aktif.

Ada yang telah lama mati…

Puisi itu melukiskan lara hati seseorang yang ditinggalkan orang yang dicintainya. Bukan karena perselingkuhan, perselisihan, tetapi semata karena waktu. Garis waktu yang bernama kematian telah memisahkan dua orang yang saling mencintai, menyisakan salah satunya dalam kefanaan dan kesedihan. Dalam kesunyian dan sejuta andai.

Dan bagiku, puisi itu memberiku rasa penasaran yang tak kunjung terjawab. Apa yang terjadi? Bagaimana kematian merenggut sang kekasih darinya? Ah, sang pujangga pasti sangat mencintai kekasihnya. Pernah, dan masihkah? Sudahkah ada orang yang menggantikan posisi sang kekasih? Atau tidak akan pernah ada?

Aku sangat ingin menemuinya. Bukan karena mengagumi karyanya, ketabahan hatinya, atau untuk memberinya kekuatan. Tetapi karena aku ingin berhadapan dengan personifikasi cinta. Aku ingin tahu, seperti apa cinta itu. Aku ingin melihat bagaimana sorot matanya akan selalu memancarkan kerinduan yang sangat pada kekasihnya, setiap nostalgia itu berputar dari gulungan memori di hatinya. Aku ingin melihat apa yang bisa diperbuat kematian pada cinta. Mungkin aku terlalu egois.. tidak, aku memang egois.