rindu, itu mimpi.

Mimpi.
mendekap rindu hingga lelap.
meningkap di koridor harap,
untuk menemu dirimu lagi.


Rindu. 
mengenang mimpi yang pernah
menggenangi ceruk matamu. 
mencintaimu adalah 
sesuatu yang tiada lekang.. 

serendipity

if right now,
we're taking the different transjakarta,
from different places around jakarta,
and then aimlessly wandering the city,
would we meet somehow?

surat

Ia mengirimkan surat untuk masa lalu.
Esoknya, ia lupa
menyertakan kata
ke dalamnya.

#rindu

rindu ini, serupa warna pekat malam yang menggantung di langit.
Tak tergenggam, tak teraba, tak tertuju.
Tak bertepi, tak berima, tak berkesudahan.
Sedang kata-kata kehilangan perbendaharaan yang diartikan sebagai 'kita': kau dan aku. Sedang aku masih berlomba menatah satu-satu apa yang disebutnya sebagai setia, sebelum pagi menjelang dan menghentikan segala mimpi.


rindu itu, rinai hujan yang tak menemukan muaranya.
Dan dahaga bersisa jelaga, bertumpuk-tumpuk mengisi gelas-gelas kosong di pelataran rumah. Kureguk ia bersama harap dan do'a yang kulafal berkali-kali. Menjelma baris-baris anonim, sedang titik koma dan spasi entah berada di mana.


rinduitu,senduyangkucanduhinggabaranyahabisdansakaumenjadikansegalanyatakmasukakal,
sepertikalimatyangkehilanganspasi.

Tiada

lelah.
belah.
begah.
Ia mencacahku hingga pecah.
lihat, apa yang sisa.

#sihirhujan

selected tweets in reply to @sihirhujan and @rahneputri

#Hujan adalah Sisyphus yang pecah menghantam bumi. Rapuh dan tak berdaya meniti rindu yang ingin ia sematkan untuk langit.

#Patahkan rindumu dan tikam aku dengannya. Barangkali darahku bisa kau pakai membasuh lubang di hatimu.

#Jejakmu merekah di daun yang basah. Menjala kenangan tentang irama yang tak berima.

#Langit dianyam hujan. Atapnya yang bolong mencurahkan bah. Barangkali itu yang hilang dari ceruk matamu.

#Jadikan aku artefak rindu dalam labirin langit. Melarung lara bersama mendung dan merinai cinta bersama hujan.

#Sihir aku menjadi hujan yang berwarna. Maka aku tak perlu matahari untuk mengabarkan indah pelangi kepadanya.

Sang Penjaja

Kujual Setiaku pada Nafsu.
Dan di puncaknya aku membeli Gelap yang paling gulita.
Lalu, masihkah engkau berkeingingan
mengenggam Dosa di jemariku ini?

berlubang

adakah
sebongkah rindu
terlalu sarat untuk kau kerat?


*pertama kali di-poskan sebagai komentar untuk si pelukissunyi

The Letters I Didn't Send


I wrote the letters for you. I kept the words for me.

I composed the poems for you.
I burnt all the sentences for me.

Eventually, nothing was left behind but the memories.

Sketsa(*)

Gadis kecil yang menengadah itu, tidak sedang menunggu hari mendung atau matahari yang muncul saban jam 4 pagi. Gadis kecil itu, menatap langit semata-mata demi rindunya pada langit yang terlalu luas, hingga ia tak tahu, di mana awan yang ia cari.



Gadis kecil itu masih mengutuk matahari yang terlalu cepat mengkhianati, sedang ia tak pernah ingin bangun dari mimpi. tentang langit yang terlalu luas dan awan yang ia harapkan menaungi. Gadis kecil itu ingin sekali menangis, karena tau awannya tak akan pernah kembali dan ia hanya akan terus sendiri.



Karena itulah aku memanggilnya Chawpi Tuta. Bukan seperti yang diberikan Paulo kepada Gio, ketika lelaki itu duduk diam memandangi kabut malam menciumi wajah sungai (**). Tetapi semata karena kabut di tengah malam, merepresentasikan hal-hal yang begitu dicintainya.


Kadang, ia bertanya-tanya, apakah awan yang mengembara jauh itu, telah kembali untuknya sebagai kabut? Meski hanya dalam mimpi, karena setelah lewat jam 12 malam pun, cinderella harus mengepak sepatu kacanya untuk kembali ke alam nyata...





(*)kolaborasi dengan YD
(**)quoted from Supernova: Akar, Dee

delusi

di bibir pantaimu
rinduku memecah berderai.

di tepi jurangmu
hidup menjadi altophobia.

rahasia hujan

kutenggelamkan kata ke samudera.
lepas. bebas. 
berharap ia kembali sebagai hujan yang membasahi hatimu,
mengetuki jendelamu,
dengan iramanya yang datar sama: rindu.

sang pemabuk

di dalam relung rindu,
kumuntahkan segenap sakau.
Hingga habis parau melangutkan
rasa dan lara.

menjelang keabadian

abadi itu, sepi yang tak sunyi,
merangkum aksara ke dalam selaksa.
melebur di dalam waktu,
hingga detik berhenti engkau hitung.

gempa

rindu itu ada,
meski ia gagu membisu.
bergelantungan di langit-langit hati
sebelum tercurah jatuh.
Lalu hatiku gempa, sekali lagi.

orgasme

di bibir lidahmu kudengar jantungku mendebur.
di ujung jemarimu, ada ngilu yang kucandu.


dan di puncak nafsu, kujual segalaku,
untuk menghentikan waktu.
Lalu gelap menjelma abadi.

sang penggembala

kuserahkan padamu pagi yang dibasuh embun sebanyak 'kelak'.
sebanyak itulah aku telah menggiring malam untukmu menuai sebuah awal.

blame it on the weatherman

salahkan aksara.
tak mampu mengurai gelora.

salahkan kata.
tak mampu menjelma nyata.

midnight whisper..


dengan jemari ini, kugenggam sunyi malam. membisikkan rindu tak tereja pada jarak yang mengantara.
hingga lumpuh,
dicacah oleh waktu...