mirror image

……..Mirror Image

Mirror mirror hanging on the wall…
Embusan napas perlahan-lahan mengotori kebeningan kaca di dinding.
Sesekali, sepasang mata elang itu terpenjam. Seolah dengan begitu, semua galau akan lenyap.

Satu menit...
Dua menit...

Mata itu terbuka. Menatap pemandangan yang terefleksi di depannya.

Sesosok raga ringkih terfokus samar di fovea. Mengirimkan impuls yang membelah lobus optikus.
Dijulurkan tangannya, mencoba menghapus bayangan uap yang tadi menempel.

Sekarang, bayangan itu kian jelas. Tapi, masih saja itu bukan bayangan yang pernah ia kenal...bayangan yang ingin diingkarinya...

*

Mirror mirror i wish you could lie to me...

Ia mundur beberapa langkah. Sekarang ia dapat melihat keseluruhan tubuhnya yang tak terbungkus.
Samar-samar tonjolan tulang rusuk membayang di dadanya.

Dibelainya wajahnya sendiri.
Dan bayangan itu juga melakukan hal yang sama.

Air muka itu segera berubah. Air muka yang kini dicicipi oleh kemuraman.

Ah, betapa anicca telah menggerogoti tubuhnya.

Tidak, bukan hanya ini…

Ada sesuatu yang lebih banyak berubah.
Sekonyong-konyong, hipokampusnya memvisualisasikan tampilan memori..

Mata yang menatap nanar.. Kata-kata yang menghujam... tawa yang menghakimi...

*

You dont hafta tell me, who’s the biggest fool of all...

Tidak!

Rahang itu mengatup erat.
Telapak itu terkepal kuat. Dan meluncur begitu saja.

Prang!

Serpihan itu melayang di udara. Mengirimkan refleksinya ke mana-mana. Jatuh teronggok. Sekarang, ia tak lagi berguna. Hanya setumpuk beling yang berserakan.

Seandainya…

Semua ini hanya ego.
Ego yang memenjarakan.

Kembali, mata itu terpenjam.
Pelan-pelan, basah merangkul tatapannya.

Ia menengadahkan kepalanya. Mencoba menghirup napas banyak-banyak. Mencoba menahan kucuran yang berlinang.

Tapi..

Ia jatuh terduduk. Menahan rasa sakit yang menjalari tubuhnya.
Sakit karena belenggu ego kian lama kian menyempit, mencengkram erat jiwanya dengan luka-luka yang tak terlihat.

Tak terlihat namun nyata...

Tangis itu pecah. Tak bersuara, dalam tumpuan kedua lutut. Dalam bekapan sunyi.

---April’05 – Yang terlihat namun terlupakan..

750 detik

…..750 detik

*

[578…577…]

Seperti biasa, lidahku kelu. Aku hanya bisa menatapnya dalam diam. Dalam kekagumanku. Dalam keterpesonaanku.

[590…591…]

Padahal aku ingin sekali merengkuhnya. Membisikkan segenap kata-kata sayang yang ada. Membelai anak-anak rambutnya. Menjadi ucapan selamat paginya yang pertama.

Babe…

Tapi, aku masih hanya diam. Menatapnya hampir tanpa berkedip.

[600…601…602…]

Pantaskah aku? Bolehkah aku?

Bukankah kata orang, mencintai bukanlah dosa? Bukan dosa, selama kita tidak menodainya. Dan itulah aku. Aku datang padanya dengan rasa yang murni. Sayang yang tanpa pamrih. Tidak ada tedeng aling-aling.

Justru itu jugalah masalahnya… Aku tidak punya kekayaan. Tidak punya penampilan yang cukup berarti. Duniaku pun jauh dari gemerlapan bintang-bintang. Walaupun aku bahagia, aku menerima semua hidupku apa adanya, bisakah dia melakukan hal yang sama? Bisakah dia memahaminya? Menerimanya?

Ah.. aku mendesah.

[620…621…622…]

Lalu, bukankah seharusnya aku tak peduli akan semua itu?

Karena hatiku adalah samudera luas.. Tidak ada pedang setajam apapun yang bisa meretakkannya.. pun menggoreskan luka di atasnya…

Dan kubuka mulutku, bersiap mengeluarkan kata-kata yang telah kupendam itu. Seperti biasa, lidahku kembali kelu. Kelu dibanjiri adrenalin yang menderas.

[639…640…641…]

God damn*d! It’s been a while and nothing has happened –
yet!

Aku harus menambahkan kata itu. Yet. Dan semoga aku benar. Memang masih ada yet.

Ayolah.. nothing to lose…

Lalu dia berpaling. Dan melangkahkan kakinya. Seperti biasa, aku tak punya pilihan lain selain tergopoh mengikutinya.

[680…681…682…]

Kuraih lengannya. Dia menoleh dan memandangku.

God, matanya… aku rela tersesat selamanya ke dalamnya…

[689…]

‘Aku..aku…’

[691…]

Kutelan ludah. Rasanya tanganku berkeringat.

[694…]

Bagaimana caranya kujelaskan?

[696…]

Dia berpaling lagi. Kali ini langsung kuraih lengannya.

[699…]

‘I love you… And I don’t think I can live without you…’

Aku terkesima pada diriku sendiri. Kata-kata itu mengalir begitu saja.

[715…]
Lalu

[716…]
semuanya

[717…]
terasa

[718…]
bagaikan

[719…]
s l o w

[720…]
m o t i o n . . . . .

[721…]
Aku memandanginya berlalu.

[724…]

Ternyata aku salah. Meskipun hatiku adalah samudera, dan tidak ada pedang setajam apapun yang mampu meretakkannya, samudera itu tak akan ada artinya kalau tiada matahari. Dia akan membeku dalam kesunyiannya…

[750…]

Aku beranjak. Menerima kekalahanku.

[752…]

*end. 080606.

[buat seseorang yang terlihat dekat, namun sesungguhnya jauh banget dari gw.. Andai kugunakan kesempatan pertama itu untuk mengatakannya padamu… Andai…]