Kepulan asap. Kental. Memusingkan. Dan benakku langsung berputar, mengingat kembali pelajaran koloid di Kimia SMA.
Segelas kopi. Kental. Hitam. Panas. Pekat. Dan mengisyaratkan pahit, yang pasti, teramat sangat. Aku teringat kembali pelajaran Kimia di SMA. Kopi adalah genangan kafein. Asupannya membuatmu tenang, mengalihkan stres dan depresi, entah bagaimana caranya.
Sebatang rokok. Menyala. Merah. Baranya begitu menghipnotis. Kembali, buku Kimia itu seperti terpampang di otakku. Nikotin. Tar. Karbonmonoksida. Aku masih takjub, bagaimana sebatang rokok kecil itu bisa mengandung sekian banyak zat yang berbahaya. Tapi, aku sudah berhenti menghakimi para perokok, sama seperti aku berhenti menghakimi para penikmat kopi.
Karena kini aku tahu. Bagaimana segelas kopi dan sebatang rokok membawamu mengarungi sebuah perjalanan. Semu, mungkin. Eskapis, mungkin. Tapi adakah yang nyata dalam hidup ini? Siapakah pula yang tak pernah bersikap eskapis?
Aku tertawa. Sinis. Pahit. Getir. Sedih. Ironis. Meski aku tak tahu, untuk apa dan siapa aku tertawa.
Kepulan asap. Membumbung sejenak, lalu lenyap. Bersenyawa.
Kopi di hadapanku mendingin. Bara di tanganku meredup. Ada yang harus usai.
Aku gamang. Aku lelah.
Kapan prahara ini akan selesai? ...