The Lake House


Berapa banyak sih orang yang percaya ama long distance relationship? Biarpun gw bukan expert dalam masalah cinta-mencinta, tapi gw yakin banget, sedikit sekali orang yang percaya ama long distance.

At least, my friends didn’t make it. They all ended the relationship maybe even before they started building their dreams about love and faith.

Can’t blame them, though, or their stupidity, since I understand that concerning love matter, all cant never learn the lesson well. Dunno why, but probably because the speed of love is blinding, as Richard Marx sang in his song titled ‘Until I Find You’.

That’s why the movie The Lake House really attracts me. And I must tell you that I had a good time watching it. So, if you haven’t yet, you have to consider watching it, since you wont regret it. The cinematography, the script and dialogue, the view, the chemistry, every fade out.. they’re all just so so so amazing!

The packaging kept me informed that the story is about somekind of long distance relationship. But it’s not the distance that separated Sandra Bullock and Keanu, it’s 2-year-time (!). It made no sense for me, at first, but I was curious. How it was possible? So time separated them? How could they meet then? How could they solve it? Happy ending, eventually?

Well, in case you haven’t watched it, wont tell you much.

And I wonder. As always, whenever I finish a movie.

In this modern era, where can you find unselfish love? The same love that made Keanu crazy for Sandra. The love that made Sandra want to give her whole heart to Keanu, even though she just hadn’t met Keanu. Or, let me simplify; the love that makes you do things beyond logic.

Keanu waited for Sandra for years. And during his waiting, he could not even keep in touch with Sandra. There’s no way he could call her to hear her voice, to hug her, to kiss her, to meet her. But he managed to wait. I know, that’s only a movie…Aha, start feeling skeptic?

I read and heard before, that we wont find any unselfish love; all we can do is to love unselfishly, and we’ll get, hopefully, the same return : an unselfish love.
But how do we even know that our someone is for real? That he or she is not cheating us?

People said that when you love someone unconditionally, you wont care anymore about the return, either good or bad. How can it be? I just don’t get it. When somebody cheat you and your love, would you still taste the happiness? Or you will just resent it?

I believe in true love. True love exists, I know that for sure.
The question is, when you feel it and do something beyond logic, is it because an eternal feeling for real, or just some emotional and reckless act?

Gorden yang Tertutup


Apa jadinya kalau selamat pagi bagimu berarti selamat malam bagi orang lain?
Apa jadinya kalau sinar matahari, yang memberi kehidupan bagi orang lain, ternyata bisa membunuhmu dalam sekejap?

Mungkin pertanyaan-pertanyaan di atas ga terdengar asing. Mungkin yang langsung terbayang di benak kita adalah para drakula-nya Bram Stroker, atau vampir-vampir dari negeri Cina yang biasa terlihat di film horror ala Cina.

Tapi kita semua tentu tau, yang namanya vampir atau drakula – seperti ala Tom Cruise ama Brad Pitt – ga bener-bener eksis di dunia, atau, setidaknya mungkin belum. Dan semoga ga akan pernah (!).

Jadi, pertanyaan di atas sama sekali bukan tentang vampir.

Lalu? Teringat film The Others, yang dibintangi ama Nicole Kidman? Ingat ama anak-anaknya di film itu yang ga bole kena sinar matahari? Jendela-jendela besar di rumah kuno itu selalu tertutup gorden, sepanjang waktu. Kegelapan seolah menjadi satu-satunya semesta...
Bukan tentang itu sih, tapi kira-kira mendekati, lha.

Gue ga pernah menganggap sinar matahari sebagai sesuatu yang menakutkan – kecuali mungkin bagi beberapa orang temen gue di kampus. Itu pun karena sebab yang sederhana : takut kulitnya jadi hitem!

Dan baru kemaren, gue bener-bener percaya, setelah sekian lama bersikap skeptis. Ada orang di dunia ini, yang bener-bener ga bole kena sinar matahari. Bukan sinar mataharinya yang bermasalah, sebenarnya, tapi sinar UV yang terkandung di dalamnya.

Sinar UV yang berlebihan memang menyebabkan kanker kulit – setidaknya itu yang gue tahu. Dan keadaan ini diperparah dengan rusaknya ozon di stratosfer di atmosfer kita.

Tapi, ini bukan tentang kanker kulit.
Ini tentang XP.

Ya, XP. Bukan XP yang keluaran Microsoft itu, lho.

XP, atau xeroderma pigmentosum, adalah suatu kelainan genetik yang menyebabkan penderitanya tidak boleh tereskpos sinar UV. Lebih dari 5 menit saja, bisa menyebabkan kematian.

Mungkin bagi beberapa orang, XP bukan barang baru. Gw sendiri baru ter-informasi mengenai penyakit ini karena nonton filmnya Sawajiri Erika, Taiyou no Uta (A Song to the Sun) – harusnya Anda-anda udah nonton, karena ini bukan serial yang baru-baru amat. Genrenya mirip-mirip Ichi Ritoru no Namida (One Litre of Tears). Di situ, Erika berperan sebagai Amane Kaoru, yang menderita XP tipe A, di mana ia tak akan melewati usia 20 tahun…


Sad? Well, harus diakui, ga sesedih dan se-mengharukan Ichi Ritoru. Tapi, seperti juga Ichi Ritoru, kesedihan bukan hal utama yang bisa dipelajari di sana. Semangat untuk mengejar mimpi, misalnya, adalah satu dari sekian banyak hal positif yang bisa dipetik. Dalam Taiyou, diceritakan Kaoru berusaha menggapai mimpinya menjadi seorang singer, dengan segala keterbatasannya. Baginya, hidup tanpa mimpi bukanlah hidup sama sekali.

Tapi yang ingin gw sorot bukanlah hanya itu.

Setelah Spinocerebellar Degeneration Disease, sekarang XP. Dan kedua penyakit ini belum ada obatnya. Belum lagi penyakit letal karena kelainan genetik lainnya, seperti sicklemia, talashemia (semoga nama penyakit yang disebutkan di atas-atas ga salah tulis..hehe), dan lain-lain (sebenarnya dan lagi ga tahu, sih ~~).

Mungkin tingkat kematian penyakit-penyakit yang incurable ini ga separah penyakit lainnya, semisal sakit jantung, kanker mulut rahim, kanker paru, AIDS, dan sekian banyak penyakit lainnya lagi. Yet, semua ini membuat gw bener-bener aware sama satu hal yang pernah gue pelajari : sebab kematian sangat banyak, sebab kelahiran sangat sedikit, dan tubuh kita ini sangat rapuh.

Didiagnosis menderita penyakit-penyakit letal ini berarti satu hal : preparing ourselves buat kematian.

Kebayang ga, kamu hidup dan mendadak suatu hari kamu udah tau, kapan kamu pasti akan mati? Diprediksi mati dalam usia tua sih, masih mending. Tapi kalo divonis mati di usia semisal 20 tahun? Alih-alih jadi bersemangat kayaq Aya atau Kaoru, mungkin gw bakal drop…Ah, diri gw yang belum juga dewasa-dewasa...


Gw pernah ikut satu kursus Inggris, dan pernah dikasih tugas ngarang ama guru bule gw itu, mengenai topic “What would you do if you had only one day left to live?”.
Jawaban gw ama temen2 sekelas gw waktu itu kurang lebih sama : Have fun dulu, trus minta maaf ama semua orang, dan pergi tidur.

Sekarang? Terus terang aja, gw belum pede untuk mati. Karena sebagai umat Buddhis, gw masih belum bisa menjawab satu pertanyaan; kamu sudah tahu, akan terlahir ke mana setelah mati?

Setelah mati, apa yang terjadi ama gw? Gw tau, gw akan bisa lari dari karma gw sendiri.. It’s true, kita harusnya lebih mikirin the present moment. Tapi gw lebih prefer menafsirkannya sebagai “gunakan present moment sepenuhnya untuk bekal di masa depan dan kelahiranmu kembali yang akan datang..”

Dan karena itu pula, gw harus bisa live my life to the fullest. Mungkin susah, tapi setidaknya, gw ga mau kalah dari Aya atau Kaoru.*


the-not-so-talented-so-called-PMB

Firstly, apa sih PMB?

...
Let's keep it for the last to know, okay?

Kalo elo-elo sering ke blog gw, untuk tujuan apapun, pasti tau -kalo emang cukup peduli untuk tahu- kalo gue belakangan banyak vakum.. Bukan prestasi, I know.. kayaq berita-berita sinting di infotainment - seleb sakit gigi aja jadi berita. Mungkin bener, infotainment harus di-banned (!).

Oke, sebelum gw mulai menjelaskan kenapa gw vakum, kayaqnya gw harus mulai dulu dengan kenapa gw menulis..

Gw suka nulis karena dasarnya gw suka melamun. Suka menerawang jauh2, secara gw orang melankolis. Gw nulis karena apa yang ada di otak gw biasanya super ga penting, super melankolis, dan menyebalkan orang kalo gw curhatin ke orang. Lantas, gw berpikir, kenapa ga, kalo gw mulai nuangin satu per satu ide2 yang amburadul di kepala gw, dan menjadi sesuatu?
Gw inget banged, guru gw di SMA dulu pernah bilang.. pemikir dan pengajar di barat sana baru dibilang sukses kalo udah menghasilkan buku. Dan sejak itu, gw bercita-cita menghasilkan satu master piece yang dikenang dan dibahas berabad-abad kayaq Shakespeare. Then I'll live forever...

Terlalu bermimpi?

Gw sadar, gw ga berbakat sama sekali. Gw ga bisa menganalisis sesuatu dalem-dalem, kayaq blog tetangga2 sebelah, yang keren2, dan kadang nge-jelimet. Gw kekurangan daya analisis.. Lalu setelah dipikir2, dengan protein yang ditimbun karena bertahun2 makan telur, tahu, tempe, dan ayam.. masa sih gw ga bisa menganalisis sesuatu dengan baik dan .. ermm.. benar?
Dan di retret kemaren di Bandung, gw menemukan jawabannya. Gw jarang banged bikin persiapan awal kalo nulis. Gw nulis, atau tepatnya ngetik, karena dorongan emosi sesaat doank. Kita semua tahu, itu ga sehat, se-ga-sehat-seperti-junk-food dan makanan siap saji lainnya. Hasil tulisan gw melempem dan hambar, kayaq sayur kurang garam. Metafor gw ga ada yang sempurna dan mengena. Dan tema gw ga pernah bisa selese. Gila........ dan dengan berani-beraninya gw bikin blog?

Forgive my soul........

Bukannya gw ga mau bikin persiapan.. tapi perlu diketahui, gw belom punya kompie sendiri di B-town. Bukan ga modal, tapi terlalu sok borju karena menginginkan sebuah laptop -_-...
Ngetik di tempat temen kost laen? Bisa aja.. cuman, ga ada privasi. Anak kost gw suka rese, dan suka komentar alias cerewet. Baru satu kalimat, udah dibaca keras2, kayaq lagi pidato. Cape dehhhhhhhh...

Anyway, intinya, gw ga menyalahkan sikon. Ga menyalahkan orang2 rese di kost.
Still, maybe I need more time.
Dan novel gw kaga selese2 sampe sekaranggggggggggggggggggggggggggggggggggggggg

So... PMB? PMB dari Hongkong kale?? Yang lost in translation..

*apa sih PMB?
Ehm ehm... penulis muda berbakat.... Mampus! @%&*^%!#$
Berat bebanku........................................***