Resolusi Tahun Baru

2008!!!!!!!!!!




Ya ampun, gw sudah TUA donk???

Sebenarnya bikin resolusi itu not so me gito, tapi pikir-pikir, bole juga. Di satu sisi, gw ntar di akhir 2008 bisa menilai konsistensi dan pencapaian gw, di sisi lain, rasanya pasti bakal gemanaaa geto kalo tau ada satu mimpi yang bisa kewujud. Kalo ga kewujud? Biar itu jadi pemicu sajalah, to be better next time. Kita semua sedang belajar, bukan?

Oke, ini dia...

(1) Lulus S1 pastinya
(2) Pengen dapat kerja, dengan karir yang menjanjikan, dan kalo bisa sih ga jauh-jauh dari bidang kuliah gw..
(3) Belajar nyetir mobil.......
(4) Sudah bisa bikin Mandala
(5) Beresin draft novel, nyari penerbit,
(6) Beli HP baru!
(7) Rajin nulis di blog... (blog gw ada tiga loh...hehe pamer...)
(8) Fitness!!!

Hehe, oke, segito dulu deh, ga pake rakus2 amat. Semoga ga bikin ketawa ya...hehe

....

Sudah Desember, lagi.

Gue masih terheran-heran, dan tentu saja, salut, sama orang-orang yang bisa -dan berkomitmen kali yee?- untuk bikin update di blog tiap hari. Terlepas dari apakah ada orang yang benar-benar baca- yah baca- dan bukan sekadar cuman mampir, ada orang yang ngasih komentar - yang benar-benar komentar dan bukan spam- tetep aja para blogger itu rajin dan setia nge-update blog-nya.

Lalu, gimana dengan gw?
Masih dengan seribu satu alasan yang sama; SIBUK (!), standar dan klise. Tapi apakah itu benar-benar bisa jadi satu excuse untuk ke-absen-an gw?

Jujur, masalah yang gw hadapi sekarang, bukan sekadar cuman kesibukan yang tak ter-manage, tapi juga krisis kepercayaan diri dan krisis ide. Gw masih bereksplorasi dengan diri gw, masih mencari diri dan jati diri. Dan kadang, harus gw akui, yang gw temui hanyalah keangkuhan dan ego yang GEDE, yang hanya bisa melihat diri sendiri jatuh terhempas ke bumi..........


Cinta...

'Apakah cinta menyakitkan?'

'Tidak. Cinta berarti tak mampu menyakiti.'

'Tapi mengapa engkau selalu tampak sedih?'

'Sayang, ada banyak hal yang tak bisa kau pahami sekarang.'

'Lalu, kapan aku bisa memahaminya?'

'Saat kau dewasa, dan menemukan dia yang kau cintai dengan setulus hatimu...'

Gombalisme

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Dont Give Up (sequel to 'Peron')


Dingin.

Dingin pagi yang menggigil, yang membuat selimut terasa begitu nyaman.

Dingin pagi yang menghujam raga, namun juga terasa begitu hidup. Begitu menyegarkan.

Dingin pagi yang menghapus kantukku. Aku mengusap kedua lenganku, mencoba mengumpulkan sedikit kehangatan.

Panorama pagi dari balkonku selalu terlihat baru, biarpun sudah bertahun-tahun aku menghuni rumah ini. Hijaunya dedaunan, merahnya mawar, kuningnya krisan, coklatnya tanah, beningnya air, birunya langit, serta kadang-kadang, pelangi yang dibiaskan air.

Pemandangan yang seperti mengisyaratkan, di sini waktu tak beranjak… Meski hari terus terseret oleh detik, namun warna-warna yang familiar ini seperti tak lekang oleh waktu.

Dari dasar hatiku, terbersit sedikit rasa cemburu.

Karena ketidakkekalan seperti telah menjadi bayanganku semenjak aku lahir.

Aku tak menyesalinya, hanya…aku hanya ingin bisa terus bersamanya… memeluknya dari belakang tiap bangun pagi, melihat senyumnya, dan mengucapkan selamat pagi yang pertama untuknya…. Melihatnya terlelap setiap malam, menggenggam jemarinya, dan mengucapkan harap agar kami dapat bertemu dalam mimpi… melindunginya dari kepahitan dunia, merasakan tawanya menerpa hatiku.. merasakan.. Ah! Kutepis sedih ini. Di hari terakhir ini, ia tak boleh melihat air mataku.

Maafkan aku, sayang.. aku tak pernah berharap kau bisa mengerti. Tapi aku ingin kamu tau, 18 bulan terakhir ini adalah masa paling indah dalam hidupku…

Aku telah menyerah. Bukan karena aku lelah berperang dengan dunia yang tak adil ini. Bukan karena aku tak mencintainya lagi…

Aku hanya tak bisa melihatnya menderita karenaku…untukku….

Ia telah meninggalkan semua miliknya untukku. Dan aku akan mengembalikannya… utuh. Ia seharusnya berada bersama keluarga yang mencintainya…bukan dengan seorang pesakitan…

Karena tidak ada tempat di dunia ini, untuk cinta kita, sayang….

*

Air terjun itu tampak begitu indah sekarang. Mengalir menuruni curam-curam tajam.. Kupenjamkan mata, merasakan tubuhku yang melayang di udara…… Selamat tinggal, sayang…




Dan aku, terjaga lagi...
dalam gulita. dalam pekat

apa lagi yang bersisa,
bahkan tak secuilpun remah asa

Sudah lama aku karam
terbenam dalam tiada
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
[ When time has proved that you're nothing.. ]*esw's250807

Peron


[act 1]
Zess… kereta api yang melambat bersuara dan menimbulkan goncangan kecil yang membangunkanku. Kukucek mataku yang lelah, sambil melirik ke jendela.

Langit sudah membiru pucat di atas sana. Dalam suasana yang remang-remang, kulihat rumah-rumah beratap ijuk seperti tengah diam dalam lelapnya, ketika rumput dan pepohonan telah menggeliat bangun karena dinginnya embun yang menetes. Alam terasa begitu hening… dan damai.

Sebentar kemudian, kereta kembali bergerak menyusuri relnya. Dan rumah-rumah itu tampak seperti ikut terseret oleh detik-detik yang dipacu oleh lokomotif waktu. Tapi mereka selalu ketinggalan jauh di belakang sana. Aku bangkit, mendekatkan diri ke jendela.

Dalam beberapa hal, aku seperti rumah-rumah yang berlari itu…

Jam di pergelangan baru menunjukkan pukul 4 subuh, tapi aku sudah kehilangan seleraku untuk terlelap.

*

[act 2]

Kutatap tiket kereta di telapak tanganku. Mendadak aku merasa bimbang. Merasa galau. Kutoleh ke belakang, tapi stasiun yang sepi di jam 12 tengah malam telah mengisyaratkan kesendirianku.

“Masuk?” Petugas di peron bertanya padaku, setelah sekian detik aku hanya mematung di depannya.

Kulirik wajah tua yang demikian simpatik itu. Dan aku teringat lagi senyum mama. Sekali lagi, aku menoleh ke belakang. Masa lalu seperti tengah berkelebat, memenuhi seluruh peron.

Aku paling benci memilih. Karena aku tahu, aku tak akan pernah bisa memilih.

Tapi sekarang, aku harus memilih.

*

[act 3]

‘Apa jadinya kalau kau harus memilih?’ dia bertanya sambil menatap lurus padaku.

Kupandangi sepasang mata teduhnya. Mata yang selalu mengisyaratkan kesedihan di dalamnya. ‘Apa maksudnya?’

Ia menghela napas berat.

Dan ketakutan itu segera menjalar di seluruh benakku. Ia mengakar, dan membuahkan kepanikan yang meneteskan adrenalin. Atmosfer ini sudah terlalu sering terjadi.

‘Antara aku, atau duniamu. Keluargamu…’ Pertanyaan yang sama. Lalu ia akan memberikan penjelasan yang sama. Penjelasan yang selalu menyudutkan perasaan yang dinamai cinta. Penjelasan bernama realita yang mampu menghamburkan semua mimpi.

Aku terdiam. Dan selama berbulan-bulan sesudahnya aku tetap bungkam. Aku tak mampu menjawab pertanyaan itu. Sama seperti ketidakmampuannya untuk memilih : aku atau dunianya. Dua hal yang sama berartinya.

Tapi kali ini, jarak di antara kami pun membeku sudah. Terkunci rapat dalam istana gading waktu, dan kuncinya entah di mana.

***

[act 4]

Delapan jam lagi telah berlalu.

Lokomotif di depan akhirnya berhenti di stasiun transit. Aku beranjak dan turun. Lalu kupandangi lokomotif itu perlahan-lahan berlalu.

Perpisahan selalu menyakitkan. Bagiku, perpisahan menyisakan rasa asing yang tak mengenakkan.

Mungkin mama tak akan pernah memahami pilihanku. Pilihan yang mengharuskanku menuliskan secarik kertas salam perpisahan untuknya. Sejak dulu, aku tak pernah mampu mengucapkan kata-kata perpisahan…

Kutatap jalan di hadapanku. Pintu depan stasiun. Seluruh momenku yang sekarang dan akan datang ada di sana.

Aku telah memilih untuk datang padanya. Aku memilih cinta. Karena aku mencintainya. Dan itu adalah realita yang tak boleh kulupakan, di atas semua realita lainnya.

T

senja tak bersuara

Menelusuri Jejak Sejarah

Sejarah ibarat awan, kata Dee dalam bukunya Filosofi Kopi. Ia tampak kokoh dari kejauhan, namun begitu disentuh barulah terlihat kerapuhannya. Kira-kira seperti itu metaforanya, soale gw rada lupa persisnya gimana.

Dan aku pun teringat kembali pertanyaan guru Bahasa Inggrisku di kelas 2 SMU dulu (masih pake SMU, bukannya SMA), which subject do you dislike the most? Gw lupa konteksnya apa, yang membuat kelas kami ketika itu menuju ke topik tersebut. Yang pasti, waktu itu gw termasuk satu dari sedikit orang yang ditanyai beliau. Jawaban gw sederhana saja : History. She was surprised, for a reason I didnt know. Still then she asked me why. I told her that I had no particular reason, except that I just prefered to let bygones be just bygones.

Mungkin dalam beberapa hal, bygones lebih dari sekadar bygones. Kita bisa mengambil hikmah dari semua kesalahan kita, untuk menjadi a better person, idealnya begitu. Atau terkadang, masa lalu demikian indah untuk dilupakan begitu saja. Mungkin juga, di dalam sejarah dan seluruh masa lalu tersebut, tersimpan berjuta-juta kejayaan dan kebesaran yang tidak kita ketahui.
Dengan anggapan sederhana itu, gw akhirnya memutuskan untuk turut serta dalam semacam wisata budaya ke Jawa Timur, bersama dengan rombongan KCB, sebuah Dharma Center di Bandung, dengan tujuan utama : menelusuri jejak sejarah di sana.

Ada beberapa kerajaan di masa lalu Indonesia yang dibangun di Jawa Timur. Salah satu di antaranya adalah Majapahit, yang sekarang kira-kira terletak di Trowulan.
If you're an Indonesian, and even if you did not learn your history well, I am quite sure that you have ever heard about Majapahit. Kerajaan ini adalah kerajaan Buddhis terakhir yang berjaya di Pulau Jawa, sebelum akhirnya Islam memasuki Indonesia. Bukan kerajaan Buddhis sih, sebenarnya, lebih tepatnya Siwa Buddha.
Di Trowulan, rombongan kami mengunjungi petilasan Patih Gajah Mada dan petilasannya Raden Wijaya. It is believed that both of the royal highness of Majapahit sat on the soil before. And at this moment, I have finally seen buah Maja, a bitter fruit yang tumbuh di Desa Tarik, desa asal-muasal kerajaan ini. Buah Maja yang pahit inilah juga asal mula nama kerajaan Majapahit.

Lalu, ada pula kerajaan Kahuripan, dengan rajanya yang ternama Prabu Airlangga. Prabu ini turun tahta dan kemudian menjadi pertapa. Sempat pula kami mengunjungi Candi Jolo Tundro, yang merupakan tempat pemandian Prabu tersebut. Candinya masih utuh, kecuali patung garuda wisnu kencananya, yang seharusnya bertahta di puncak candi. Garuda wisnu kencana adalah patung yang menggambarkan Airlangga, dalam wujud Wisnu, yang sedang menunggangi garuda. Patung itu kini ada di museum Trowulan.

Tentu saja kerajaan Singosari, yang terkenal dengan Ken Dedesnya tak boleh ketinggalan. Sayangnya Candi Singosari telah tutup sore itu, sehingga kami tak sempat mengunjunginya.
Namun begitu, beberapa candi yang kami kunjungi antara lain Candi Jawi, candi Tikus, dan candi Brahu. Candi Tikus dan Candi Brahu agak berbeda dengan candi lainnya, yang mencolok tentunya dari penampilan luarnya, yang berwarna merah bata. Candi Tikus sendiri juga merupakan tempat pemandian, yang letaknya menurun ke bawah tanah (sunken). Ada mitos yang menyebutkan kalau kita memasuki candi tersebut, maka proyek yang sedang kita kerjakan saat itu, akan mengalami kegagalan. Benar apa ndak-nya, saya tidak tahu.

Pulang dari Surabaya, kami mampir ke Blitar, untuk mengunjungi makam Bung Karno. Seperti situs sejarah lainnya (baca : candi Borobodur), di situs ini beredar macam-macam pedagang souvenir khas Bung Karno. Untungnya, kami tiba di spot agak sore, sehingga suasana sudah 'agak' sepi. Biarpun begitu, pengunjung makam terbilang banyak, mengingat hari itu bukan hari peringatan atau semacamnya. Daerah itu juga dilengkapi perpustakaan modern, dengan desain interior yang WAH. Eksteriornya dihiasi sebuah kolam, sayangnya sudah kotor banget, dengan pilar-pilar di satu sisi kolom. Di kedua tembok pembatas kolom, bsia dilihat relief yang menggambarkan sejarah perjuangan Bung Karno. Meski gue bukan pengamat arsitektur Indonesia, tapi gw yakin kalo siapapun pasti akan kagum2 melihat desain kompleks makam Bunga Karno tersebut.
Dan pulang dari wisata sejarah ini, gw menemukan perspektif baru. Bangsa Indonesia sesungguhnya bangsa yang besar. Lihat saja bangunan candi berusia ratusan tahun, yang menghiasi sejarah kerajaan Indonesia. Candi-candi itu dibangun tanpa teknologi.
Bukan rahasia pula kalau alam Indonesia subur dan kekayaan alamnya luar biasa. Posisinya strategis... kalau saja manusianya berpotensi... Mungkin Indonesia bisa jadi negara adikuasa menyaingi Amerika. Mungkin. Siapa tahu?

IF LovE...


Feiran

“Sudah sampai..”
Suara bas itu mengejutkanku dari lamunan. Kupalingkan wajahku untuk menatap pemilik suara itu. Kuulas sebuah senyum, sekadar tanda berterima kasih.

Sebentar kemudian, mobil itu telah berlalu. Pergi seiring detik-detik yang terus berputar.

Aku mematung di jalan. Menyadari diriku yang masih tetap tertahan di tempat semula, terus terjerat ke dalam masa lalu. Menyadari betapa bersalahnya diriku pada Wei. Menyadari betapa menyedihkannya diriku sendiri, yang masih tak sanggup jujur....

Kuhela napas. Tak ingin berlama-lama di kegelapan malam, aku beranjak masuk.

e*

Wei

Kuparkir mobilku di pelataran supermarket yang telah tutup. Kulirik spionku. Kudapati seraut wajah yag terlihat demikian lelah dan menyedihkan. Pathetic. Kukepalkan telapakku, dan kuhempaskan ke setir.

Sampai kapan aku akan berpura-pura seperti ini?
Sampai kapan aku harus melarikan diri terus?

Aku lelah. Lelah yang amat sangat.
Kuusap wajahku. Kuhela napas panjang. Tetapi beban itu masih terasa menindih di dadaku. Betapa bersalahnya aku pada Feiran.

Seandainya aku memang boleh memilih.
Aku tak bisa mencintainya…..

e*

Quan

Udara malam yang demikian dingin membuatku merapatkan jaketku. Aku tak ingin keluar rumah malam ini, tetapi dompetku yang sudah tipis memaksaku berjalan ke ATM terdekat.

Pelataran supermarket di samping mesin ATM sudah sepi, kecuali sebuah sedan kecil yang diam di sana, tak ada lagi tanda-tanda keramaian. Aku tersenyum maklum.

Lalu kusadari sedan itu terasa begitu familiar.

Wei…

Kuurungkan niatku memasuki pelataran itu.
Aku melangkah mundur, dan menyandarkan punggungku ke tembok pembatas pelataran parkir.

Wei… dan Feiran… Rasa nyeri perlahan menggerogoti hatiku. Kupenjamkan mata. Seluruh kenangan itu meluap begitu saja dari bak hipokampusku. Masa laluku. Satunya kekasih, satunya sahabat baik… Dua orang yang sama-sama pernah kulukai.

Drrrr… ponselku bergetar samar. Kulirik sekilas nama di layar. ‘Ya, halo sayang…’
‘Papa di mana? Mama dan aku lagi nunggu lho… Cepat pulang ya..’
Aku tersenyum.

Wei tidak boleh tahu aku masih di sini….

e*

Zhen me neng rong yi de shuo yao fang qu?
[why is it so easy to tell me that you want to let go?]

The Lake House


Berapa banyak sih orang yang percaya ama long distance relationship? Biarpun gw bukan expert dalam masalah cinta-mencinta, tapi gw yakin banget, sedikit sekali orang yang percaya ama long distance.

At least, my friends didn’t make it. They all ended the relationship maybe even before they started building their dreams about love and faith.

Can’t blame them, though, or their stupidity, since I understand that concerning love matter, all cant never learn the lesson well. Dunno why, but probably because the speed of love is blinding, as Richard Marx sang in his song titled ‘Until I Find You’.

That’s why the movie The Lake House really attracts me. And I must tell you that I had a good time watching it. So, if you haven’t yet, you have to consider watching it, since you wont regret it. The cinematography, the script and dialogue, the view, the chemistry, every fade out.. they’re all just so so so amazing!

The packaging kept me informed that the story is about somekind of long distance relationship. But it’s not the distance that separated Sandra Bullock and Keanu, it’s 2-year-time (!). It made no sense for me, at first, but I was curious. How it was possible? So time separated them? How could they meet then? How could they solve it? Happy ending, eventually?

Well, in case you haven’t watched it, wont tell you much.

And I wonder. As always, whenever I finish a movie.

In this modern era, where can you find unselfish love? The same love that made Keanu crazy for Sandra. The love that made Sandra want to give her whole heart to Keanu, even though she just hadn’t met Keanu. Or, let me simplify; the love that makes you do things beyond logic.

Keanu waited for Sandra for years. And during his waiting, he could not even keep in touch with Sandra. There’s no way he could call her to hear her voice, to hug her, to kiss her, to meet her. But he managed to wait. I know, that’s only a movie…Aha, start feeling skeptic?

I read and heard before, that we wont find any unselfish love; all we can do is to love unselfishly, and we’ll get, hopefully, the same return : an unselfish love.
But how do we even know that our someone is for real? That he or she is not cheating us?

People said that when you love someone unconditionally, you wont care anymore about the return, either good or bad. How can it be? I just don’t get it. When somebody cheat you and your love, would you still taste the happiness? Or you will just resent it?

I believe in true love. True love exists, I know that for sure.
The question is, when you feel it and do something beyond logic, is it because an eternal feeling for real, or just some emotional and reckless act?

Gorden yang Tertutup


Apa jadinya kalau selamat pagi bagimu berarti selamat malam bagi orang lain?
Apa jadinya kalau sinar matahari, yang memberi kehidupan bagi orang lain, ternyata bisa membunuhmu dalam sekejap?

Mungkin pertanyaan-pertanyaan di atas ga terdengar asing. Mungkin yang langsung terbayang di benak kita adalah para drakula-nya Bram Stroker, atau vampir-vampir dari negeri Cina yang biasa terlihat di film horror ala Cina.

Tapi kita semua tentu tau, yang namanya vampir atau drakula – seperti ala Tom Cruise ama Brad Pitt – ga bener-bener eksis di dunia, atau, setidaknya mungkin belum. Dan semoga ga akan pernah (!).

Jadi, pertanyaan di atas sama sekali bukan tentang vampir.

Lalu? Teringat film The Others, yang dibintangi ama Nicole Kidman? Ingat ama anak-anaknya di film itu yang ga bole kena sinar matahari? Jendela-jendela besar di rumah kuno itu selalu tertutup gorden, sepanjang waktu. Kegelapan seolah menjadi satu-satunya semesta...
Bukan tentang itu sih, tapi kira-kira mendekati, lha.

Gue ga pernah menganggap sinar matahari sebagai sesuatu yang menakutkan – kecuali mungkin bagi beberapa orang temen gue di kampus. Itu pun karena sebab yang sederhana : takut kulitnya jadi hitem!

Dan baru kemaren, gue bener-bener percaya, setelah sekian lama bersikap skeptis. Ada orang di dunia ini, yang bener-bener ga bole kena sinar matahari. Bukan sinar mataharinya yang bermasalah, sebenarnya, tapi sinar UV yang terkandung di dalamnya.

Sinar UV yang berlebihan memang menyebabkan kanker kulit – setidaknya itu yang gue tahu. Dan keadaan ini diperparah dengan rusaknya ozon di stratosfer di atmosfer kita.

Tapi, ini bukan tentang kanker kulit.
Ini tentang XP.

Ya, XP. Bukan XP yang keluaran Microsoft itu, lho.

XP, atau xeroderma pigmentosum, adalah suatu kelainan genetik yang menyebabkan penderitanya tidak boleh tereskpos sinar UV. Lebih dari 5 menit saja, bisa menyebabkan kematian.

Mungkin bagi beberapa orang, XP bukan barang baru. Gw sendiri baru ter-informasi mengenai penyakit ini karena nonton filmnya Sawajiri Erika, Taiyou no Uta (A Song to the Sun) – harusnya Anda-anda udah nonton, karena ini bukan serial yang baru-baru amat. Genrenya mirip-mirip Ichi Ritoru no Namida (One Litre of Tears). Di situ, Erika berperan sebagai Amane Kaoru, yang menderita XP tipe A, di mana ia tak akan melewati usia 20 tahun…


Sad? Well, harus diakui, ga sesedih dan se-mengharukan Ichi Ritoru. Tapi, seperti juga Ichi Ritoru, kesedihan bukan hal utama yang bisa dipelajari di sana. Semangat untuk mengejar mimpi, misalnya, adalah satu dari sekian banyak hal positif yang bisa dipetik. Dalam Taiyou, diceritakan Kaoru berusaha menggapai mimpinya menjadi seorang singer, dengan segala keterbatasannya. Baginya, hidup tanpa mimpi bukanlah hidup sama sekali.

Tapi yang ingin gw sorot bukanlah hanya itu.

Setelah Spinocerebellar Degeneration Disease, sekarang XP. Dan kedua penyakit ini belum ada obatnya. Belum lagi penyakit letal karena kelainan genetik lainnya, seperti sicklemia, talashemia (semoga nama penyakit yang disebutkan di atas-atas ga salah tulis..hehe), dan lain-lain (sebenarnya dan lagi ga tahu, sih ~~).

Mungkin tingkat kematian penyakit-penyakit yang incurable ini ga separah penyakit lainnya, semisal sakit jantung, kanker mulut rahim, kanker paru, AIDS, dan sekian banyak penyakit lainnya lagi. Yet, semua ini membuat gw bener-bener aware sama satu hal yang pernah gue pelajari : sebab kematian sangat banyak, sebab kelahiran sangat sedikit, dan tubuh kita ini sangat rapuh.

Didiagnosis menderita penyakit-penyakit letal ini berarti satu hal : preparing ourselves buat kematian.

Kebayang ga, kamu hidup dan mendadak suatu hari kamu udah tau, kapan kamu pasti akan mati? Diprediksi mati dalam usia tua sih, masih mending. Tapi kalo divonis mati di usia semisal 20 tahun? Alih-alih jadi bersemangat kayaq Aya atau Kaoru, mungkin gw bakal drop…Ah, diri gw yang belum juga dewasa-dewasa...


Gw pernah ikut satu kursus Inggris, dan pernah dikasih tugas ngarang ama guru bule gw itu, mengenai topic “What would you do if you had only one day left to live?”.
Jawaban gw ama temen2 sekelas gw waktu itu kurang lebih sama : Have fun dulu, trus minta maaf ama semua orang, dan pergi tidur.

Sekarang? Terus terang aja, gw belum pede untuk mati. Karena sebagai umat Buddhis, gw masih belum bisa menjawab satu pertanyaan; kamu sudah tahu, akan terlahir ke mana setelah mati?

Setelah mati, apa yang terjadi ama gw? Gw tau, gw akan bisa lari dari karma gw sendiri.. It’s true, kita harusnya lebih mikirin the present moment. Tapi gw lebih prefer menafsirkannya sebagai “gunakan present moment sepenuhnya untuk bekal di masa depan dan kelahiranmu kembali yang akan datang..”

Dan karena itu pula, gw harus bisa live my life to the fullest. Mungkin susah, tapi setidaknya, gw ga mau kalah dari Aya atau Kaoru.*


the-not-so-talented-so-called-PMB

Firstly, apa sih PMB?

...
Let's keep it for the last to know, okay?

Kalo elo-elo sering ke blog gw, untuk tujuan apapun, pasti tau -kalo emang cukup peduli untuk tahu- kalo gue belakangan banyak vakum.. Bukan prestasi, I know.. kayaq berita-berita sinting di infotainment - seleb sakit gigi aja jadi berita. Mungkin bener, infotainment harus di-banned (!).

Oke, sebelum gw mulai menjelaskan kenapa gw vakum, kayaqnya gw harus mulai dulu dengan kenapa gw menulis..

Gw suka nulis karena dasarnya gw suka melamun. Suka menerawang jauh2, secara gw orang melankolis. Gw nulis karena apa yang ada di otak gw biasanya super ga penting, super melankolis, dan menyebalkan orang kalo gw curhatin ke orang. Lantas, gw berpikir, kenapa ga, kalo gw mulai nuangin satu per satu ide2 yang amburadul di kepala gw, dan menjadi sesuatu?
Gw inget banged, guru gw di SMA dulu pernah bilang.. pemikir dan pengajar di barat sana baru dibilang sukses kalo udah menghasilkan buku. Dan sejak itu, gw bercita-cita menghasilkan satu master piece yang dikenang dan dibahas berabad-abad kayaq Shakespeare. Then I'll live forever...

Terlalu bermimpi?

Gw sadar, gw ga berbakat sama sekali. Gw ga bisa menganalisis sesuatu dalem-dalem, kayaq blog tetangga2 sebelah, yang keren2, dan kadang nge-jelimet. Gw kekurangan daya analisis.. Lalu setelah dipikir2, dengan protein yang ditimbun karena bertahun2 makan telur, tahu, tempe, dan ayam.. masa sih gw ga bisa menganalisis sesuatu dengan baik dan .. ermm.. benar?
Dan di retret kemaren di Bandung, gw menemukan jawabannya. Gw jarang banged bikin persiapan awal kalo nulis. Gw nulis, atau tepatnya ngetik, karena dorongan emosi sesaat doank. Kita semua tahu, itu ga sehat, se-ga-sehat-seperti-junk-food dan makanan siap saji lainnya. Hasil tulisan gw melempem dan hambar, kayaq sayur kurang garam. Metafor gw ga ada yang sempurna dan mengena. Dan tema gw ga pernah bisa selese. Gila........ dan dengan berani-beraninya gw bikin blog?

Forgive my soul........

Bukannya gw ga mau bikin persiapan.. tapi perlu diketahui, gw belom punya kompie sendiri di B-town. Bukan ga modal, tapi terlalu sok borju karena menginginkan sebuah laptop -_-...
Ngetik di tempat temen kost laen? Bisa aja.. cuman, ga ada privasi. Anak kost gw suka rese, dan suka komentar alias cerewet. Baru satu kalimat, udah dibaca keras2, kayaq lagi pidato. Cape dehhhhhhhh...

Anyway, intinya, gw ga menyalahkan sikon. Ga menyalahkan orang2 rese di kost.
Still, maybe I need more time.
Dan novel gw kaga selese2 sampe sekaranggggggggggggggggggggggggggggggggggggggg

So... PMB? PMB dari Hongkong kale?? Yang lost in translation..

*apa sih PMB?
Ehm ehm... penulis muda berbakat.... Mampus! @%&*^%!#$
Berat bebanku........................................***