Kau tersenyum.




..

aku tergagu.

...

..

.

Berlari..





Abimanyu menyingkirkan gelas di tangan Marina. Ada yang terhempas di hati. Ada yang meluruh di raga.


Marina tertawa. Tawa yang membahana dan seperti bergema berulang-ulang. Ia melayang dalam badai serotonin. Ia lupa semua pahit. Dan sekali itu, membiarkan dirinya sendiri menjadi gadis yang amnesia. Abimanyu meraihnya dalam pelukan.


Saat itulah, ia mendengar Marina meracaukan sebuah nama..


Ia tertegun. Lama. Ada yang remuk, di hatinya. Ada yang pupus, di raganya.

Mendengarmu..





Aku merasa mendengarmu. Dalam gelap malam. Dalam desau angin. Dalam debur laut. Dalam tetes hujan. Suaramu terasa menggema dalam hingar-bingar simfoni alam. Terasa dekat, namun tak tersentuh. Tak tergapai. Membuatku kian frustasi, kian menggigil, dan kian remuk.

Ingin rasanya kupakai head-phone. Ingin rasanya aku membekap gendang telingaku dan memilih tuli. Tetapi sebagian besar diriku malah mengharapkan sebaliknya. Aku, si manusia paradoks, begitulah dirimu pernah berujar. Kini, aku berpagut dalam paradoks tentang dirimu. Tentang rasa yang menghinggapi hatiku, diriku, dan jiwaku, seperti parasit. Dan aku inang yang tak bisa hidup tanpa si parasit.

Aku merasa mendengarmu. Meski gelap malam pekat membungkus retina mata. Meski desau angin mendesir, dan membawa pergi semua mimpi. Meski debur laut memecah dan hilang ditimpa surut. Meski hujan mereda dan melarikan semua debu yang penat. Meski aku tak menginginkannya.............