dedicated to. KL.
Pagi itu, hujan turun. Rinainya beramai-ramai menghujam bumi. Kelabu. Pucat. Suram. Melarikan sinar matahari, dan berkompromi menciptakan pelangi, nanti. Dingin. Menggigil. Tak ada yang luput dari basah di luar sana. Jalanan, taman, gedung. Kuyup. Sendiri.
Dari balik jendela yang mengabur, aku menatap semua pemandangan itu. Diam-diam, jauh di dalam hati, aku merasa beruntung. Beruntung karena aku kini berada dalam dekapan seseorang yang mencintaiku, dan yang kucintai. Dekapan hangat, yang menjadikan dingin tak berarti. Dekapan erat, yang menjadikan sepi tak bermakna. Dekapan sederhana, yang menjadikan waktu cemburu.
Pagi itu, hujan turun. Meski matahari tak terlihat di langit, dalam semesta kecilku ada sebuah matahari yang masih tetap bersinar. Dan semoga aku juga menjadi matahari di harinya...
Napasnya naik turun. Begitu teratur. Seperti simfoni. Seperti surga.
Lalu ia terjaga. Matanya mencari-cari diriku. Mengisyaratkan kangen, setelah semalaman tidak saling bersua dalam alam nyata. Entah dalam mimpinya, karena dalam mimpiku, yang kulihat hanya dia...
"Hai," aku menyapanya.
Ia tersenyum. Bola matanya membulat, dan berbinar.
"Selamat pagi..."
"Pagi.."
"Hujan.."
"Ya.."
Tidak perlu payung biru. Tidak perlu jas hujan. Hanya perlu berada di sampingku. Di sini. Sekarang. Dan Selamanya.
0 komentar:
Post a Comment