The positive set of infinity goes to the everlasting love.
The negative set goes to endless solitary.
Where are you heading to?
The negative set goes to endless solitary.
Where are you heading to?
Perempuan itu melangkah keluar dari bayangannya setiap sore menjelma.
Mengenakan sepatu yang berujung runcing, ia beranjak dan menengadah. Lalu ia melolong pada bulan berwarna oranye di atas langit sana, yang menjadikan rindunya berjengit.
Pintu-pintu telah lama tertutup. Sisa jendela-jendela yang menyala seperti lentera yang menuntun waktu berlari menelusuri malam. Dan ia pun meniti jejalanan, mengucap baris-baris do'a yang terdengar seperti rinai-rinai hujan yang pecah ketika menyentuh bumi. Seperti duri. Seperti jarum.
Dan perempuan itu terluka. Tetapi lukanya yang lama mengering mengisyaratkan padaku bagaimana ia telah mencampakkan semua obat merah dan perban. Mungkin ia telah lama belajar, luka yang dibuat oleh rindu tak akan terobati....
*
Sepi itu akhir yang tak berujung. Sedang aku lama tersesat di dalamnya, berputar-putar dan lalu kembali ke tempatnya semula. Mungkin sebaiknya aku berhenti mencari jalan keluar, dan memilih melarut ke dalamnya.
Sepi seperti matahari yang berbisik pada langit senja, yang kemudian membuatnya terkapar sedih dalam gelap dan menggigil. Ia mati sekali lagi, malam itu. Sedang aku hanya bisa meringkuk di bawah selimut, mencoba membungkam si gendang telinga dari suara-suara yang menakutkan itu..
Sepi adalah suara mimpi yang terbanting dan kemudian pecah berderai dan terbelah. Sedang lututmu berdarah lagi tatkala engkau bersimpuh dan mencoba mengumpulkan pecahannya satu per satu..
Sepi itu gemuruh di dada, mengerang dalam bisu ketika kita saling menatap di bawah sekaki payung. Sedang hujan menderas, klakson mobil menderu, dan helaan nafasmu memburu..
Dan sepi, pada akhirnya, adalah ketika engkau dan aku, kita berada di satu ruang yang sama, mengurai kata-kata tetapi tak satupun aksara yang tereja..
Sepi seperti matahari yang berbisik pada langit senja, yang kemudian membuatnya terkapar sedih dalam gelap dan menggigil. Ia mati sekali lagi, malam itu. Sedang aku hanya bisa meringkuk di bawah selimut, mencoba membungkam si gendang telinga dari suara-suara yang menakutkan itu..
Sepi adalah suara mimpi yang terbanting dan kemudian pecah berderai dan terbelah. Sedang lututmu berdarah lagi tatkala engkau bersimpuh dan mencoba mengumpulkan pecahannya satu per satu..
Sepi itu gemuruh di dada, mengerang dalam bisu ketika kita saling menatap di bawah sekaki payung. Sedang hujan menderas, klakson mobil menderu, dan helaan nafasmu memburu..
Dan sepi, pada akhirnya, adalah ketika engkau dan aku, kita berada di satu ruang yang sama, mengurai kata-kata tetapi tak satupun aksara yang tereja..
Hujan adalah gumpalan abu-abu monokrom. Ia tak pernah indah, kecuali saat matahari yang trenyuh bersedia mencintainya dan menjadikannya pelangi di udara.
Hujan adalah jejak-jejak basah, yang tak lagi asin, tak lagi biru, dan tak lagi gagah, meskipun ia berasal dari laut. Apakah karena perpisahannya ini, yang membuatnya kehilangan warna, rasa, menjadi buta dan nelangsa?
Hujan adalah labirin yang tak akan pernah usai. Berliku-liku menyesatkan para Theseus, yang masih juga tak jera menunggu Ariadne datang membawakan benang....
Hujan adalah jejak-jejak basah, yang tak lagi asin, tak lagi biru, dan tak lagi gagah, meskipun ia berasal dari laut. Apakah karena perpisahannya ini, yang membuatnya kehilangan warna, rasa, menjadi buta dan nelangsa?
Hujan adalah labirin yang tak akan pernah usai. Berliku-liku menyesatkan para Theseus, yang masih juga tak jera menunggu Ariadne datang membawakan benang....
Bagimu,
bulan sabit, bulan setengah, bulan tigaperempat,
atau bulan baru.
Bagiku,
bulan menikam dirinya sendiri,
menyisihkan sedikit dirinya,
atau membelah dirinya sendiri,
hingga lenyap ke dalam kelam
dan digerogoti sepi yang hitam.
Semata untuk menebus pagi buatmu.
Ia melakukannya berulang-ulang,
dan engkau akan melihat bercak-bercak
bekas lukanya yang tak jua hilang,
meski ia berusaha bersinar terang
saat purnama,
sekadar memperlihatkan padamu
bahwa ia baik-baik saja...
Sedang engkau masih terus terpesona pada
senja,
yang entah itu biru, merah, atau jingga,
dan malah mengutuk malam karena terlalu cepat
memupus matahari...
Seharusnya luka ini mulai mendingin,
mengering,
dan mengelupas,
ditebus oleh air mata yang hangat
di malam-malam buta...
mengering,
dan mengelupas,
ditebus oleh air mata yang hangat
di malam-malam buta...
kita tak akan bisa menyeduh
sebungkus daun teh
menggunakan air mata.
Mereka asin dan dingin.
Tambahkan sebongkah-dua gula
dan biar ia meleleh ke dalam bersama
air panas yang engkau tuang
ke dalam cangkir-cangkir kita.
Lihat apa yang terjadi.
Subscribe to:
Posts (Atom)