Perempuan itu melangkah keluar dari bayangannya setiap sore menjelma.
Mengenakan sepatu yang berujung runcing, ia beranjak dan menengadah. Lalu ia melolong pada bulan berwarna oranye di atas langit sana, yang menjadikan rindunya berjengit.
Pintu-pintu telah lama tertutup. Sisa jendela-jendela yang menyala seperti lentera yang menuntun waktu berlari menelusuri malam. Dan ia pun meniti jejalanan, mengucap baris-baris do'a yang terdengar seperti rinai-rinai hujan yang pecah ketika menyentuh bumi. Seperti duri. Seperti jarum.
Dan perempuan itu terluka. Tetapi lukanya yang lama mengering mengisyaratkan padaku bagaimana ia telah mencampakkan semua obat merah dan perban. Mungkin ia telah lama belajar, luka yang dibuat oleh rindu tak akan terobati....
*
2 komentar:
terima kasih telah menulis ini :)
Post a Comment