Ketika ia di hadapan...

Malam menjelang.
Hujan masih jatuh menerpa kaca depan mobilku, menyisakan pemandangan buram yang monoton di hadapanku. Hanya wiper mobilku yang masih dengan setia bergerak ke kanan-ke kiri, sekadar menunaikan tugasnya.

Kunyalakan lampu depan mobilku, sama seperti jutaan pengemudi mobil lainnya yang patuh dengan prosedur standar menyetir. Dan tepat saat itu, sinar kuningnya menerangi sosok seorang penyeberang jalan yang muncul mendadak di depan mobilku. Tergesa, aku segera mengerem.
Dan mobilku berhenti tepat di depan sang penyeberang jalan itu.

Detik berikutnya, mataku melihat gadis itu menjatuhkan payungnya. Rambutnya yang panjang tergerai begitu saja, dan segera basah oleh rinai-rinai hujan. Seuntai liontin berukiran huruf W menggantung di lehernya yang jenjang ....

***
Dua jam sebelumnya
.
.
.
Hujan sudah berhenti membasahi mobil tatkala kuturunkan kaca jendela mobilku. Kumatikan AC mobil. Aku selalu menyukai bau tanah yang tercium sehabis hujan. Langit terlihat begitu biru dan bersih.

Kunyalakan radio mobil. Sekadar mengusir kemonotonan yang disebabkan kemacetan di hadapanku. Interlude lagu yang mengalun memenuhi ruang kosong di mobilku segera mengetuk pintu hipokampusku. Dan pita memori itu pun berhamburan tanpa permisi lagi...

Wina......

*

'Piet, kenalin. Ini Wina. Wina sedang jomblo, lho..'
Aku tersenyum, sementara gadis di depanku itu tengah mendelik pada Livia.
'Win, ini sepupuku, Pieter. Anaknya baik, lho..'
'Hai,' kuulurkan tanganku.
'Nah, sekarang bukan cuma aku yang bisa happy, kan?'
'Thanx, sis. U're the best. Have a happy wedding ever after, sis.' Kupeluk kakak sepupuku itu.

Dan semuanya bermula sejak malam itu...

*
Din! Din!

Suara klakson membuyarkan dialog-dialog usang di kepalaku. Kulirik spion, lalu lampu lalu lintas di depan. Sudah hijau kembali rupanya. Dengan patuh kujalankan mobilku.

Wina...

Ah, tidak. Aku harus berhenti memikirkan dia...

But how? Every corners in this town reminds me about her...

Kulirik keluar jendela. Rasanya tidak ada tempat yang belum pernah kami datangi. Resto di pojok sana. Butik di seberang jalan. Cafe tenda di sebelah kiri sana. Bakery di sebelah kanan butik. Semuanya.. Rasanya masih bisa kuingat setiap dialog yang pernah terjadi di sana..

'Loe ga cocok make baju itu, Piet. Coba yang ini.'
'Roti itu ga enak. Aku pernah nyoba. Mending yang ini.'
'Eh, ini enak. Cobain, deh.'
'Menurutmu gimana? Aku cocok ga dengan baju ini?'

Pernah kucoba untuk lari dari belenggu pita memori yang kusut ini. Lari dari kota penuh kenangan indah yang rasanya pahit ini. Lari dari semuanya... Tapi kemudian kusadari, semakin jauh aku lari, semakin sering pula aku kangen. Semakin sering pula hipokampusku memutar semua pita memori itu, menayangkannya menjadi film bisu berdebu yang seperti berdurasi seumur hidupku.

Dan aku pun kembali. Menyongsong semua kenangan itu. Mencoba mengurai kembali kekusutan pita memori itu. Agar aku kembali lebur bersamanya...

Kuputar kemudiku ke kanan. Dua blok dari jalan ini, ada sebuah toko perhiasan. Tempatku memesan sebuah liontin untuk ulang tahunnya. Liontin berukiran huruf W.

'Happy continuation day, honey.. Semoga kebersamaan kita terus berlanjut..'

Hanya itu pintaku di hari istimewa itu. Tapi tidak sampai tiga bulan kemudian, semuanya berubah.
Ia menghilang dari hidupku begitu saja. Tanpa jejak. Tanpa kabar. Keluarganya bahkan menutup mulut rapat-rapat, menyisakan misteri yang demikian menyiksa.

Aku kangen padanya. Kangen, tapi tak tahu mesti mencarinya di mana.

Dan hujan kembali menganyam langit, jarum-jarum peraknya turun membasahi bumi.

Aku lelah. Aku ingin pulang...

***

Kembali ke momen sekarang
.
.
.

Aku masih terhenyak di belakang kemudiku. Tak lagi kuhiraukan klakson mobil di belakangku.

Kubuka pintu mobilku. Dan berdiri mematung.

Hujan yang menderas segera menghujam tubuhku.

Tapi aku masih bisa melihat jelas. Masih bisa mengingat dengan jelas. Masih bisa mengenali wajah di depanku, betapapun ketidakkekalan telah menggoreskan perubahan di sana.

Aku tersenyum lembut. Ia menatapku tanpa ekspresi.

Wina...

****END


0 komentar: