Feiran
“Sudah sampai..”
Suara bas itu mengejutkanku dari lamunan. Kupalingkan wajahku untuk menatap pemilik suara itu. Kuulas sebuah senyum, sekadar tanda berterima kasih.
Sebentar kemudian, mobil itu telah berlalu. Pergi seiring detik-detik yang terus berputar.
Aku mematung di jalan. Menyadari diriku yang masih tetap tertahan di tempat semula, terus terjerat ke dalam masa lalu. Menyadari betapa bersalahnya diriku pada Wei. Menyadari betapa menyedihkannya diriku sendiri, yang masih tak sanggup jujur....
Kuhela napas. Tak ingin berlama-lama di kegelapan malam, aku beranjak masuk.
e*
Wei
Kuparkir mobilku di pelataran supermarket yang telah tutup. Kulirik spionku. Kudapati seraut wajah yag terlihat demikian lelah dan menyedihkan. Pathetic. Kukepalkan telapakku, dan kuhempaskan ke setir.
Sampai kapan aku akan berpura-pura seperti ini?
Sampai kapan aku harus melarikan diri terus?
Aku lelah. Lelah yang amat sangat.
Kuusap wajahku. Kuhela napas panjang. Tetapi beban itu masih terasa menindih di dadaku. Betapa bersalahnya aku pada Feiran.
Seandainya aku memang boleh memilih.
Aku tak bisa mencintainya…..
e*
Quan
Udara malam yang demikian dingin membuatku merapatkan jaketku. Aku tak ingin keluar rumah malam ini, tetapi dompetku yang sudah tipis memaksaku berjalan ke ATM terdekat.
Pelataran supermarket di samping mesin ATM sudah sepi, kecuali sebuah sedan kecil yang diam di sana, tak ada lagi tanda-tanda keramaian. Aku tersenyum maklum.
Lalu kusadari sedan itu terasa begitu familiar.
Wei…
Kuurungkan niatku memasuki pelataran itu.
Aku melangkah mundur, dan menyandarkan punggungku ke tembok pembatas pelataran parkir.
Wei… dan Feiran… Rasa nyeri perlahan menggerogoti hatiku. Kupenjamkan mata. Seluruh kenangan itu meluap begitu saja dari bak hipokampusku. Masa laluku. Satunya kekasih, satunya sahabat baik… Dua orang yang sama-sama pernah kulukai.
Drrrr… ponselku bergetar samar. Kulirik sekilas nama di layar. ‘Ya, halo sayang…’
‘Papa di mana? Mama dan aku lagi nunggu lho… Cepat pulang ya..’
Aku tersenyum.
Wei tidak boleh tahu aku masih di sini….
e*
Zhen me neng rong yi de shuo yao fang qu?
[why is it so easy to tell me that you want to let go?]
“Sudah sampai..”
Suara bas itu mengejutkanku dari lamunan. Kupalingkan wajahku untuk menatap pemilik suara itu. Kuulas sebuah senyum, sekadar tanda berterima kasih.
Sebentar kemudian, mobil itu telah berlalu. Pergi seiring detik-detik yang terus berputar.
Aku mematung di jalan. Menyadari diriku yang masih tetap tertahan di tempat semula, terus terjerat ke dalam masa lalu. Menyadari betapa bersalahnya diriku pada Wei. Menyadari betapa menyedihkannya diriku sendiri, yang masih tak sanggup jujur....
Kuhela napas. Tak ingin berlama-lama di kegelapan malam, aku beranjak masuk.
e*
Wei
Kuparkir mobilku di pelataran supermarket yang telah tutup. Kulirik spionku. Kudapati seraut wajah yag terlihat demikian lelah dan menyedihkan. Pathetic. Kukepalkan telapakku, dan kuhempaskan ke setir.
Sampai kapan aku akan berpura-pura seperti ini?
Sampai kapan aku harus melarikan diri terus?
Aku lelah. Lelah yang amat sangat.
Kuusap wajahku. Kuhela napas panjang. Tetapi beban itu masih terasa menindih di dadaku. Betapa bersalahnya aku pada Feiran.
Seandainya aku memang boleh memilih.
Aku tak bisa mencintainya…..
e*
Quan
Udara malam yang demikian dingin membuatku merapatkan jaketku. Aku tak ingin keluar rumah malam ini, tetapi dompetku yang sudah tipis memaksaku berjalan ke ATM terdekat.
Pelataran supermarket di samping mesin ATM sudah sepi, kecuali sebuah sedan kecil yang diam di sana, tak ada lagi tanda-tanda keramaian. Aku tersenyum maklum.
Lalu kusadari sedan itu terasa begitu familiar.
Wei…
Kuurungkan niatku memasuki pelataran itu.
Aku melangkah mundur, dan menyandarkan punggungku ke tembok pembatas pelataran parkir.
Wei… dan Feiran… Rasa nyeri perlahan menggerogoti hatiku. Kupenjamkan mata. Seluruh kenangan itu meluap begitu saja dari bak hipokampusku. Masa laluku. Satunya kekasih, satunya sahabat baik… Dua orang yang sama-sama pernah kulukai.
Drrrr… ponselku bergetar samar. Kulirik sekilas nama di layar. ‘Ya, halo sayang…’
‘Papa di mana? Mama dan aku lagi nunggu lho… Cepat pulang ya..’
Aku tersenyum.
Wei tidak boleh tahu aku masih di sini….
e*
Zhen me neng rong yi de shuo yao fang qu?
[why is it so easy to tell me that you want to let go?]
0 komentar:
Post a Comment