Negeri Hujan: Petrichor dan Geosmin (part 2)

@eswlie untuk @writingsession
Untuk informasi lanjut, kunjungi writingsession.tumblr.com



Perjalanan ke Samudera Tantalus tidaklah sulit. Petrichor pergi ke sungai di dekat rumahnya, menyewa sebuah perahu kecil, dan mulai mengayuh. Semua sungai bermuara ke laut, bukan?

Petrichor belum menempuh seperempat perjalanan ketika di hadapannya muncul para Naiads, roh-roh suci penghuni sungai yang berwujud seperti peri-peri cantik bercahaya putih. Mereka menguji cinta Petrichor pada Geosmin dengan meniru penampilan gadis itu. Petrichor hampir terkecoh, ketika sebutir air hujan yang menetes di genggamannya berubah putih. Di dekat Naiads, titik hujan yang biru memang menjadi putih. Tersadar, ia segera menampik para Naiads, dan lalu, meminta pertolongan mereka.

“Mengapa kami harus membantumu?” Seorang Naiads bertanya.

“Aku akan membuatkan kristal air untuk kalian..” Ia membuka telapaknya dan mulai menambang rinai hujan. Titik-titik air itu membeku dan ia pun mulai mengukir kristal-kristal air yang berwarna biru. Para Naiads terpesona, selain memang bentuknya indah sekali, juga karena kristal air itu tak berubah menjadi kristal putih yang membosankan. Mereka merangkai kristal itu menjadi kalung, dan begitu mengenakannya, mereka berubah menjadi roh-roh bercahaya biru. Dan, hujan tak lagi menyentuh mereka, kristal air hujan itu seperti jubah hujan tak terlihat yang melindungi mereka.

Para Naiads bersuka cita; dan dengan kekuatan mereka, sampailah perahu Petrichor ke Samudera Tantalus. Di sini mereka mengucapkan selamat tinggal, karena mereka tidak tahan terhadap lingkungan air asin. Petrichor berterima kasih dan melanjutkan perjalanannya.

*

Petrichor melabuhkan perahunya ke pantai terdekat.
Ia belum pernah melihat laut sebelumnya, sehingga Tantalus demikian memesonakannya. Untuk sesaat, ia tak tahu harus bagaimana. Lalu ia mulai berjalan ke arah laut lepas dan melepaskan jas hujannya.

Seketika itu, rintik hujan yang menajam dan menghujam membuatnya jatuh terduduk. Ada rasa sakit yang membuat hatinya seperti karam. Ada rasa sedih yang tak ia kenal, yang memenuhi rongga dadanya. Tapi ia tetap bangkit, berjalan dan berjalan hingga ke tengah laut.

Mula-mula, tak ada yang terjadi. Lalu matanya mulai melihat bagaimana titik-titik laut menguap, hingga jauh ke atas langit. Ya, inilah asal semua hujan di Negeri Hujan. Di hadapannya kemudian titik-titik air mulai berkumpul dan membentuk wujud seorang manusia raksasa.

“Hai manusia, apa yang kau lakukan di sini?”

Petrichor terperangah menatap sosok itu. “Salam, penguasa lautan. Namaku Petrichor. Aku mencari Keping Kristal Hujan Terakhir.”

Sosok itu mendengus. “Aku benci kalian manusia. Menambang rinai-rinai menjadi jarum perak dan kristal seolah itu milik kalian! Tidak! Kau tak akan mendapatkan apa-apa dariku!”

Ombak yang menggelegar segera menghantam Petrichor. Ia terbenam, dan dengan sisa tenaganya ia berenang ke permukaan.

“Penguasa, aku akan menukarkannya dengan sesuatu! Kumohon padamu, kekasihku Geosmin tengah sakit. Dan obatnya hanya Keping Kristal Hujan Terakhir!”

Di luar dugaan, ombak mereda. “Ah, sepasang kekasih yang akan segera berpisah..”

“Tak akan kubiarkan!” teriak Petrichor, “Aku tak akan membiarkan Geosmin meninggalkanku selagi aku hidup!”

“Baiklah, anak muda! Aku akan memberikan padamu Keping Kristal Hujan Terakhir, asalkan engkau membantuku.”

Petrichor mengangguk mantap.



0 komentar: