it's where I have been
what I have seen
and how I felt:
I humbly present you
eswliegraphy
dua cangkir mungil, sebuah ceret penuh berisi teh yang baru saja mendidih. sore begitu dingin, dan aku bersedekap, menahan gigil kesepian sambil menerawang ke segala yang jauh, segala yang telah tampak begitu hening. kutuangkan sedikit teh, teringat aroma melati yang suatu waktu dulu pernah begitu akrab. kugenggam erat cangkirku, merasakan kehangatannya yang masih tersisa. udara tiba-tiba terasa pekat, di hadapanku tinggal kecemasan yang buram. mungkin, kerinduan adalah kenangan yang tak terbahasakan; betapa beranda ini, juga aku, telah kehilangan dirimu.
kabut--
menumpukkan sunyi
pun diamku*
*haiku karya Bung Wahyu W Basjir dari Damselfly Lament
dunia kecilku
membutuhkan seseorang sepertimu
untuk sekadar tertawa.
*
hidupku
adalah kenangan kecil
yang telah kau tinggalkan.
"apakah ini juga
akan berakhir?" kau memelukku,
di luar senja telah berlalu, seperti juga
hal-hal lainnya.
aku tulis surat kecil ini,
waktu kuingat lagi lautan pasir,
ombak yang berdesir, serta bendera yang melambai-lambai
di tempatmu kini
di halaman rumah, sebuah pohon kering
menantikan gerimis setitik, tetapi musim
sedang kemarau, seperti juga
jarak di antara kita
aku buka jendela di sisi meja,
angin sedari tadi berembus, hendak menghapus
jejak-jejak yang dibawanya entah dari mana (mungkin
juga dari tempatmu), memasuki lengang ini,
setelah mempermainkan tirai, seperti juga
lambaian tanganmu
hari ini, aku terjaga lebih awal,
ruangan begitu dingin, kecuali sebuah kesepian
di dalam akuarium yang kini telah kosong,
aku berusaha mengingat mimpiku tadi malam:
apakah itu engkau, yang berusaha membisikkan sesuatu
sebelum berpisah, seperti juga
masa lalu kita?
maka aku tulis surat kecil ini,
sebelum hujan bulan Juni nanti tiba:
Cepat pulang.
"engkau matapuisi," -- hujan-hujan di bulan Juni membuatmu ingin bersedekap, sebab sepasang lenganmu hanya menyisakan lengang. tapi kau, bagiku adalah matakata.
"seperti apa salju itu?" -- kau membenamkan dirimu ke pelukanku? bukankah kehangatan ini, sudah cukup?
"apakah masa lalu?" -- tibatiba senja menjatuhkan cahayanya ke punggungmu. segala tinggal siluet yang tak tanggal. tapi kau begitu indah.
"daundaun menyimpan musim," -- kau menengadah, membiarkan kenangan itu berguguran, membelai keningmu, pipimu. aku begitu ingin menggenggam tanganmu.
"aku belum akan pulang," -- aku memikirkan hari ketika engkau pergi dan merasa mencintaimu lebih jauh.
"hujan..." -- engkau memikirkan apakah di kota yang kau tinggalkan di belakang sana, juga sedang dirundung gerimis. Sebuah payung biru di tanganmu mekar, tapi tidak sesuatu di hatimu sana.
"cepat pulang," -- dan kau hanya melemparkan kenangan, yang kelak mungkin akan mengairi akuarium, di mataku. ikanikan belajar berenang dan mengenali wajahwajah yang menatapnya.
"hitung sampai sepuluh bila kau kangen.." -- aku memperhatikanmu mengemas pakaian dan sejenisnya, sambil bertanya-tanya dalam hati, di sebelah mana kopermu, kau hendak meletakkan hatiku.
*inspirasi dari http://aanmansyur.blogspot.com/
*gambar dari http://photo-asurbans.blogspot.com/2010/10/hdr.html
"rindu, seperti halnya
bintang,
cuma bercahaya bila
jauh," katamu,
ketika memungut bintang laut
di tepi pantai.
-dua-
aku gambar bintang ini,
sebab aku ingin selalu
kembali,
pada senyummu
kala itu.
-tiga-
tiap ingat kamu,
aku merasa butuh
menambahkan lebih banyak spasi
untuk cinta
dan
rindu.
-empat-
kau datang lagi,
dari mendung di luar.
tirai jendela
memeluk kesepian
di dalam sini.
-lima-
semoga tak ada yang memudar,
dari bibirmu,
setiap kau teringat denganku,
kelak nanti.
1.
Sampai ketemu, katamu.
Keabadian ternyata juga mengenal
almanak
2.
Setelah kau pergi,
aku seperti berkejaran
dengan hujan
yang memecah di trotoar jalan.
3.
Mengertilah,
puisiku adalah sunyi tentangmu,
yang mengambil segala nyanyi.
4.
Aku hanya daun,
atau barangkali hujan,
yang jatuh setiap kau memikirkanku.
Hanya kau
yang tahu.
5.
Bila kau tersesat,
ikuti saja sungai.
Kau pasti akan pulang, ke laut di dadaku.
6.
Aku ingin menjadi puisi.
Pinjamkan aku kupu-kupu,
untuk mencari kata dan tanda,
sebentar saja.
*selengkapmya baca di sini
-satu-
gelombang datang dan pergi,
kita adalah sepasang bibir,
yang saling membagi pasir.
-dua-
di antara kau,
dan hujan bulan Juni itu,
aku seperti puisi yang tak selesai..
-tiga-
setiap terjaga,
aku bertanya-tanya seperti apakah
mimpi yang ada dirimu
-empat-
aku ingin terjun ke lembah di pelukanmu,
dan mempertemukan kedua kesedihan kita.
-lima-
aku bawa engkau,
mengelilingi kesepian.
-enam-
untuk segala kepedihan yang belum kita ketahui,
aku ingin memelukmu lebih lama.
-tujuh-
aku menyusun kembali kenangan tentangmu,
dari semua bahagia yang pernah kukenal.
-delapan-
bulan beranjak pergi,
malam di matamu,
menangis diam-diam.
-sembilan-
padang ilalang di musim panas:
angin membisikkan namamu.
::@kumabal
langit meminjamkan senja, waktu kau menatap wajahku.
kukira malam di dadaku, perlu sedikit kau uji, seberapa dekat menimang bintang-bintang.
sepi, sepi.
seekor kunang-kunang kulihat bergantungan di matamu,
tak hendak jatuh. seperti airmataku,
yang memintamu, melengkapi bahagianya.
aku sedang mencari arah, kau ini timur, barat, atau pusat segalanya?
tetapi aku dan kau, apakah bahagia kita begitu berbeda?
jika keabadian hanya berusia satu kehidupan ini saja,
aku ingin menjadi tua, bersamamu.
sebab,
selain engkau, apakah cinta itu?
.::happy wedding 29 april 2011::.
kita menjadi
sepasang kupu-kupu
yang menajamkan luka
di duri-durinya..
*pic courtesy of blogerbenteng.com
mencintai atau melukaiku;
sedang aku,
aku hanya akan
mengingat bibir merah jambumu..
engkau menutupi hatiku
dengan rindu yang berbayang
seperti kilat,
engkau datang berkelebat
dengan pekak luka yang gemuruh
lantas, siapakah lelaki yang paling lelaki?
Kilat yang luka saat engkau luka,
atau Gelap yang menyembunyikan luka,
di setiap rindumu?