.......ia mencoba rujuk dengan masa lalunya. Akur dengan sepotong kenangan yang berjenak di sudut jantungnya. Atau berdamai dengan gejolak halus yang berdesir di dadanya setiap ia teringat adegan silam itu. Tetapi, seperti matahari yang senantiasa mengkhianatinya karena terbit terlalu dini, seluruh raga dan jiwanya seolah meronta, menggelepar, dan menerabas jarak waktu, tak kuasa melepaskan semua manis dan pahit yang pernah dihadirkan lelaki itu. Dan saat-saat seperti ini, ia hanya bisa menggigit bibirnya sendiri, bersedekap dan menggulung dirinya ke dalam selimut tua. Bersembunyi dari tatapan hari. Mendekap dirinya sendiri, berharap dengan begitu, jiwanya tak lepas terbang ke masa lalu. Karena air matanya sudah menguap entah ke mana.
Ia tahu, ini semua tak sehat baginya. Ini semua tak baik baginya. Karena itu, pernah ia mencoba mendefinisikan kembali semua rasa. Merangkai jalinan kusut yang saling berpilin. Yang pada akhirnya, hanya bermuara ke entah apa. Dan ia kembali ke titik nol. Berputar-putar dalam lingkaran utuh yang sempurna. Ia nelangsa. Ia merana. Merana karena memilih mencintai dan tersesat dalam melankoli pahit...
2 komentar:
kl yg ini pasti kisah nyata... ;p
yakin banged? huahahaha..
Post a Comment